PerkiraanModal untuk Usaha Ternak Hewan Sapi dan Kambing Perkiraan Modal untuk Bisnis Hewan Ternak Sapi dan Kambing - Hari raya Idul Adha sebentar lagi tiba. Pada umumnya, terdapat tiga hal yang tidak bisa terlepaskan saat Hari Raya Idul Adha, yaitu sholat Idul Adha, pelaksanaan ibadah haji, dan berkurban bagi yang mampu.
CaraMengobati PMK Sapi untuk pencegahan dan penanganan penyakit mulut dan kuku tentunya kita sebagai peternak berharap tidak sampai penyakit itu ke ternak yang ada di kandang kita nah sebelum itu tentunya kita harus memahami dulu sifat dasar dari virus ini. Yang pertama virus ini sangat mudah untuk menyebar. Proses penyebarannya itu dengan aktivitas kita sehari-hari misalnya kita bersentuhan
Setiapharinya kebutuhan jumlah pakan terhadap sapi ternak berbeda. Hal ini bergantung pada jenis atau spesies sapi, umur dan tahap pertumbuhan ternak (dewasa, bunting atau menyusui). Penyediaan pakan harus diusahakan terus-menerus dan sesuai dengan standar gizi yang dibutuhkan hewan ternak.
VIVALifestyle - Penyakit Mulut dan Kuku pada hewan ternak disorot masyarakat lantaran menjadi konsumsi sehari-hari, baik itu daging hewan maupun produk olahannya seperti susu dan keju. Tak heran, masyarakat khawatir terinfeksi penyakit usai mengonsumsi produk olahan hewan ternak tersebut. Penyakit Mulut dan Kuku Hewan (PMK) adalah wabah yang menyerang hewan ternak seperti sapi, kambing
Diantara kelima jenis sapi ternak yang akan dipilih, pilihlah sapi yang berumur 2,5 tahun jantan atau betina yang sehat agar pembibitan nantinya berjalan dengan baik. Harga modal untuk beli anakan sapi kurang lebih 300 juta rupiah tergantung dari jenis serta jumlahnya. Langkah 3: Menyiapkan Lokasi dan Konsep Kandang Sapi
Penggemukansapi potong adalah cara beternak sapi dewasa dalam yang awal mulanya kurus untuk ditingkatkan berat badannya, dengan pemberian pakan serta pemeliharaan secara baik. Penggemukan ini dilakukan dalam waktu yang singkat yaitu 3-5 bulan. Prinsip dasar utama dalam menjalankan bisnis cara beternak sapi yang
. This research aims to clarify the practice of sale and purchase agreement of pregnant livestock in Market livestock Nganjuk Regency based on the Islamic law perspective. The central issue of this research concerns the exsistence of an additional payment after delivery. This research used the normative legal research method, with a statutory approach and supported by an analytical qualitative research approach. This study found that the practice of sale is unlawful regarding to Islamic law because of uncertainty in the consented price and forbidden object in syariah namely livestock in the womb. However, this transaction has not accomodated yet in Indonesian laws eventhough there is possibility of dispute among parties. Therefore, this research recommends that the statutes in the field of Islamic commercial law enables to cover the common transaction in society and not limited for Islamic financial institution in order to give protection due to shari’ah. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Praktik Jual Beli Hewan yang Sedang Mengandung di Pasar Sapi Nganjuk Menurut Persepektif Hukum Islam Takbir Wahyudi1, Indah Purbasari1 1 Universitas Trunojoyo, Madura Email Buying and Selling, cattle, debts, goats, gharar This research aims to clarify the practice of sale and purchase agreement of pregnant livestock in Market livestock Nganjuk Regency based on the Islamic law perspective. The central issue of this research concerns the exsistence of an additional payment after delivery. This research used the normative legal research method, with a statutory approach and supported by an analytical qualitative research approach. This study found that the practice of sale is unlawful regarding to Islamic law because of uncertainty in the consented price and forbidden object in syariah namely livestock in the womb. However, this transaction has not accomodated yet in Indonesian laws eventhough there is possibility of dispute among parties. Therefore, this research recommends that the statutes in the field of Islamic commercial law enables to cover the common transaction in society and not limited for Islamic financial institution in order to give protection due to shari‟ah. Jual beli, sapi, utang-piutang, kambing, gharar Penelitian ini bertujuan meninjau praktik jual beli hewan ternak yang sedang mengandung di Pasar Sapi Kabupaten Nganjuk menurut Hukum Islam. Hal menarik yang timbul dan menjadi permasalahan dalam praktik tersebut adalah adanya permintaan tambahan pembayaran setelah induk sapi melahirkan anak. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif doktrinal dengan pendekatan perundang-undangan statue approach dan didukung dengan pendekatan penelitian analitis analytical approach yang bersifat kualitatif. Hasil peneitian menunjukkan bahwa praktik akad jual beli tersebut tidak dibenarkan berdasarkan syariah atau Hukum Islam dikarenakan terdapat gharar ketidakjelasan pada shighah harga dan juga mengandung unsur larangan yang diharamkan pada obyek yang diperjualbelikan yakni mentransaksikan anak dalam kandungan. Namun, jual beli seperti ini tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundangan di Indonesia padahal terdapat kemungkinan adanya sengketa di dalamnya. Penelitian ini merekomendasikan agar perundangan termasuk di bidang ekonomi syariah bisa mengcover kegiatan ekonomi masyarakat tidak hanya di institusi keuangan syariah untuk memberikan perlindungan sesuai syariah. Received August 26, 2020. Revised August 28, 2020. Accepted August 29, 2020 1. Pendahuluan Transaksi perdagangan secara tradisional tetap dilakukan masyarakat meskipun perdagangan melalui daring atau secara online berkembang secara pesat. Bahkan transaksi perdagangan yang kurang lazim pun masih ditemukan di masyarakat. Contohnya seperti di Pasar Sapi Kabupaten Nganjuk, dikarenakan kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi, beberapa peternak lebih memilih alternatif untuk menjual hewan ternaknya. Uniknya terdapat praktik jual beli yang masih mengikuti kebiasaan lama yang telah berkembang dalam masyarakat, yakni praktik jual beli induk hewan ternak Journal of Islamic Civilization Journal homepage Journal of Islamic Civilization. Volume 2, No. 2, Oktober 2020, Hal. 90-97 Nomor P-ISSN 2657-1021, Nomor E-ISSN 2657-1013 yang sedang dalam keadaan mengandung. Dalam praktik jual beli ini, para pihak saling bertemu untuk melakukan praktik jual beli. Jual beli sendiri adalah proses tukar menukar uang dengan benda atau barang yang memiliki nilai atau harga dimana kedua belah pihak saling menyetujui dan menyepakati Hendi Suhendi, 201668. Praktik jual beli sapi yang dilakukan di Pasar Sapi Kabupaten Nganjuk, kedua pihak saling menyepakati bahwa harga hewan ternak yang mengandung dipatok lebih rendah dan bisa saja berubah tergantung dengan hewan ternak yang dilahirkan. Perubahan harga ini terjadi karena status anak dari hewan ternak yang masih di dalam kandungan ini masih belum jelas statusnya. Hewan tersebut bisa lahir dalam kondisi sehat, atau sakit bahkan mati. Selain itu, belum jelas pula jenis kelaminnya. Padahal jenis kelamin juga ikut mempengaruhi harga. Lain lagi jika anak dari hewan ternak tersebut sudah melahirkan dan induk bersamaan dengan anak dari hewan ternak tersebut dijual dengan harga pada umumnya. Praktik ini menimbulkan ketertarikan untuk diteliti sebab obyek jual beli pelunasan sisa pembayaran tersebut mengandung unsur ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut dikarenakan obyek jual beli berstatus induk hewan yang masih mengandung. Pada dasarnya, hukum jual beli dalam Hukum Islam masuk dalam bidang Muamalah. Kaidah Fiqh Muamalah ini dapat berlaku secara umum karena merupakan hukum duniawi yang artinya peraturan yang mengatur mengenai hubungan manusia dengan manusia yang hidup dalam bermasyarakat tanpa melihat suatu golongan tertentu yang bertujuan untuk memperoleh sesuatu yang dibutuhkan. Namun, kebiasaan menjual induk beserta anak dalam kandungannya ini menimbulkan ketidakpastian khususnya pada penentuan harga. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa para pihak dapat mengalami kerugian karena ketidakpastian tersebut yang mana ketidakpastian tersebut dalam Hukum Islam disebut dengan gharar. Gharar dalam Hukum Islam hukumnya dilarang karena termasuk ke dalam unsur larangan dan perbuatan tersebut harus dihindari dalam transaksi muamalah Adiwarman A. Karim dan Oni Sahroni, 201578. Maksud dari menghindari perbuatan gharar adalah agar kepentingan para pihak yang melakukan akad jual beli induk hewan ternak yang sedang mengandung tersebut terlindungi. 2. Metodologi Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian normatif. Penelitian normatif adalah penelitian yang mengkaji kaidah atau norma hukum dengan tujuan membangun sebuah argumentasi hukum terkait benar atau salahnya suatu peristiwa hukum Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 200936. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji kaidah-kaidah atau norma-norma dalam Hukum Islam yang ditujukan untuk membangun argumentasi hukum mengenai benar atau salahnya peristiwa hukum berupa praktik penentuan harga jual beli menggunakan anak hewan yang masih di dalam kandungan menurut Hukum Islam. Lokasi penelitian ini adalah di Pasar Sapi Nganjuk dengan informan kunci pedagang sapi di lokasi tersebut. Penelitian ini dilakukan dalam rentang waktu Desember 2019-Juni 2020, dengan informan kunci dua orang pedagang sapi di Pasar Sapi Nganjuk yang pernah menjual sapi yang sedang mengandung yakni Pardi dan Yono. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan perundang-undangan statute approach yaitu dengan menggunakan pendekatan yang meneliti berbagai macam peraturan hukum yang menjadikan aturan hukum tersebut sebagai fokus atau sentral dalam suatu penelitian Mukti Fajar dan Yulianto Ahmad, 2009132. Pendekatan perundang-undangan ini digunakan untuk meneliti berbagai macam aturan hukum yang nantinya berkaitan terhadap permasalahan hukum yang sedang diteliti dalam penelitian ini yakni mengenai penentuan harga dalam jual beli sapi yang sedang mengandung yang ditinjau dalam perspektif Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah KHES beserta ketentuan Hukum Islam. Takbir Wahyudi, Indah Purbasari Praktik Jual Beli Hewan yang Sedang Mengandung di Pasar Sapi Nganjuk Menurut Persepektif Hukum Islam Nomor P-ISSN 2657-1021, Nomor E-ISSN 2657-1013 Pendekatan perundang-undangan didukung dengan pendekatan analitis analytical approach. Maksud dari pendekatan ini yaitu mengerti makna yang dikandung oleh istilah-istilah dalam aturan perundang-undangan, sekaligus mengetahui penerapannya dan putusan-putusan hukum Jonaedi Efendi dan Johny Ibrahim, 2016138. Pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analitis dipandang relevan untuk mengkaji kejelasan dalam penentuan harga dan hukum dalam jual beli dan pelunasan utang dengan menggunakan anak hewan yang masih di dalam kandungan menurut perspektif Hukum Islam. Pengumpulan data primer mengenai praktik jual beli sapi yang mengandung ini dilakukan dengan wawancara dengan pedagang sapi selaku informan kunci, dengan metode wawancara tidak terstruktur. Artinya, peneliti dalam mewawancarai pedagang dengan berbincang bincang informal tanpa menunjukkan pedoman wawancara sehingga pembicaraan dapat berlangsung secara alami, pedagang tidak merasa sedang diwawancarai atau dinilai benar salah praktik tersebut. Adapun pengumpulan data sekunder berupa peraturan perundangan, Buku, jurnal, fiqh yang berkaitan berkaitan objek penelitian dilakukan dengan studi pustaka, mencari bahan literatur, jurnal melalui internet. Bahan yang terkumpul tersebut kemudian dianalisis secara induktif, yakni dari fakta khusus jual beli sapi yang sedang mengandung Di Pasar Sapi Nganjuk dianalisis berdasarkan Norma Hukum Islam untuk memperoleh kesimpulan umum kesesuaian praktik tersebut dengan Hukum Islam. 3. Hasil dan Pembahasan Jual beli dapat terjadi dengan cara, pertukaran harta antara dua pihak atas dasar saling rela, dan memindahkan milik dengan ganti yang dibenarkan yaitu berupa alat tukar yang diakui sah dalam lalu lintas perdagangan Suhrawardi K, 2012134. Di dalamnya harus ada namanya ijad qabul yang jelas, yakni pernyataan yang disampaikan pertama oleh satu pihak yang menunjukkan kerelaan, baik dinyatakan oleh si penjual maupun pembeli. Adapun pengertian qabul adalah pernyataan yang disebutkan kedua dari pembicaraan salah satu pihak yang melakukan akad Ahmad Wardi Muslich, 2013 180. Dikarenakan obyek yang diperjualbelikan adalah induk sapi yang sedang mengandung beserta anak sapi yang masih di dalam kandungan induknya tersebut, maka terdapat kesepakatan antara kedua pihak yaitu yang pertama harga yang dikenakan adalah harga penuh untuk induk sapi dan uang muka untuk anak sapi yang masih di dalam kandungan induknya. Dan kesepakatan yang kedua adalah nantinya barang yang diserahkan adalah induk sapi yang sedang mengandung beserta anak sapi yang masih di dalam kandungannya. Selain adanya sebuah kesepakatan, juga terdapat suatu hubungan hukum yang mana terdapat peternak atau penjual sapi yang menyerahkan induk sapi yang sedang mengandung kepada konsumen atau pembeli sapi tersebut. Konsumen atau pembeli sapi membayar induk sapi yang sedang hamil tersebut secara penuh terlebih dahulu dan membayar harga uang muka anak sapi yang sedang dalam kandungan induknya tersebut. Nantinya setelah anak sapi tersebut lahir, maka konsumen atau pembeli harus melunasi harga dalam jual beli sapi tersebut. Agar dapat mengetahui sahnya suatu jual beli menurut Hukum Positif, maka perlulah dilakukan sebuah analisis Pasal 1320 Burgelijk Wetboek Selanjutnya disebut BW tentang syarat sah suatu perjanjian atas transaksi jual beli. Syarat sah suatu perjanjian terdiri dari Sepakat, Cakap, Suatu hal tertentu, Suatu sebab yang halal Pasal 1320 BW. Yang mana dapat dianalisis sebagai berikut Syarat sah pertama ialah Sepakat bagi mereka yang mengikat dirinya. Pada transaksi jual beli sapi yang sedang mengandung ini seorang penjual sapi menawarkan sapi miliknya yang sedang mengandung kepada seorang penjual dengan beberapa tawaran yakni yang diperjualbelikan yakni induk sapi beserta anak yang dalam kandungan induknya, dan untuk harga akan dikenakan harga penuh untuk induk sapi dan uang muka untuk anak sapi yang masih dalam kandungan, untuk Journal of Islamic Civilization. Volume 2, No. 2, Oktober 2020, Hal. 90-97 Nomor P-ISSN 2657-1021, Nomor E-ISSN 2657-1013 pelunasannya akan dikenakan bergantung dengan jenis kelamin anak sapi yang lahir tersebut. Setelah mengetahui tawaran yang diberikan oleh penjual, lalu pembeli sapi tersebut menyetujui dan akhirnya kedua pihak tersebut bersepakat. Sehingga syarat mengenai sepakat bagi mereka yang mengikat dirinya ini telah terpenuhi. Syarat sah yang kedua ialah kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Dalam Pasal 330 BW menyebutkan jika seseorang dinyatakan telah dewasa jika telah berumur 21 Tahun Pasal 330 BW. Dalam transaksi jual beli sapi yang sedang mengandung ini, para pihak yakni penjual dan pembeli sapi ini dinyatakan telah dewasa karena telah dewasa dan berumur 21 Dua Puluh Satu tahun. Sehingga syarat mengenai kecakapan untuk membuat suatu perikatan ini telah terpenuhi. Syarat sah yang ketiga ialah suatu hal tertentu. Yang mana artinya adalah suatu perjanjian haruslah memiliki obyek yang diperjanjikan. Pasal 1332 BW menjelaskan jika barang-barang yang dapat diperdagangkanlah yang dapat dijadikan sebuah obyek dalam perjanjian. Dalam transaksi jual beli ini, obyek yang ditransaksikan ialah sapi yang sedang mengandung yang mana dapat diperdagangkan. Sehingga syarat mengenai suatu hal tertentu ini telah terpenuhi. Syarat sah yang keempat ialah suatu sebab yang halal. Yang artinya adalah perjanjian tersebut tidak melanggar Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum Pasal 1337 BW. Dalam transaksi ini jika diperhatikan dalam obyeknya maupun bentuk perjanjiannya, maka tidak ada hal yang bertentangan dengan Pasal 1337 BW ini. Sehingga syarat mengenai suatu sebab yang halal ini telah terpenuhi. Dari penjelasan tentang objek transaksi yang diperjual belikan terdapat ketidakjelasan mengenai kadar, kualitas dan obyek yang belum terlahirkan. Permasalahan ini mengandung unsur penipuan/gharar, meskipun penjual dan pembeli telah menyepakatinya Qomarul Huda, 2011 54 Berdasarkan uraian di atas, untuk mengetahui pemenuhan syarat sah perjanjian atas jual beli, dapat disimpulkan bahwa jual beli sapi yang sedang mengandung di Pasar Sapi Kabupaten Nganjuk telah memenuhi Syarat sah perjanjian menurut BW. Disamping terdapat pemenuhan rukun dan syarat menurut Hukum Positif, perlulah dilakukan analisis menurut Hukum Islam. Hal ini dilakukan sebagai alternatif acuan dalam pluralism hukum di Indonesia. Untuk dapat mengetahui apakah jual beli sapi yang sedang mengandung ini telah sah menurut Hukum Islam, maka jual beli sapi yang sedang mengandung tersebut harus dilakukan sebuah analisis terhadap pemenuhan rukun dan syarat dalam jual beli. Rukun dan syarat dalam jual beli antara lain shighah ijab dan qabul, „aqidain penjual dan pembeli, Ma‟qud „alaih barang dagangan dan alat pembayaran Tim Laskar Pelangi, 20134. Hampir sama dengan fiqh muammalah, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pengaturan dalam hukum mengenai hukum kebendaan dan akad-akad yang berlaku untuk institusi keuangan syariah juga menyebutkan jika unsur dalam ba‟i terdiri dari para pihak, obyek, dan kesepakatan Pasal 56 KHES. Rukun dan syarat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut Rukun pertama yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai shighah terlebih dahulu atau ijab dan qabul dalam akad ini. Tujuan dibahasnya shighah terlebih dahulu daripada rukun-rukun dalam jual beli lainnya adalah agar diketahuinya bagaimana ijab dan qabul dalam akad ini. Menurut KHES, shighah biasa disebut dengan kesepakatan yang mana kesepakatan tersebut dapat berbentuk sebuah tulisan, lisan, ataupun isyarat Pasal 59 KHES. Dalam praktik jual beli ini, pembeli merasa memerlukan sapi, berkunjunglah pembeli tersebut ke Pasar Sapi di Kabupaten Nganjuk. Di Pasar Sapi tersebut, pembeli sapi bertemu dengan salah satu peternak sapi yang kebetulan hendak menjual sapinya. Setelah kedua pihak tersebut melakukan percakapan, penjual sapi tersebut menjelaskan jika sapi miliknya sedang Takbir Wahyudi, Indah Purbasari Praktik Jual Beli Hewan yang Sedang Mengandung di Pasar Sapi Nganjuk Menurut Persepektif Hukum Islam Nomor P-ISSN 2657-1021, Nomor E-ISSN 2657-1013 dalam keadaan mengandung. Percakapan yang dilakukan oleh kedua pihak tersebut kurang lebih seperti berikut Penjual “lak sampean badhe tumbas sapi niki, sapi niki dalam keadaan meteng pak. lak sampean purun niki, mangke sampean saget tumbas niki sekalian anak e sing tasek ting njero weteng. Mangke regone sampean mbayar utuh gawe mboke sapi, terus mbayar uang muka e gawe anake sing tasik ting njero weteng wau. Mangke lak anak e sapi sampun lahir, baru pelunasane manut lanang utowo wedok anak e.” kalau kamu mau beli sapi ini, sapi ini dalam keadaan hamil pak. kalau kamu mau ini, nanti kamu bisa beli ini sekalian anaknya yang masih di dalam perut. Nanti harganya kamu bayar penuh untuk induknya sapi, lalu bayar uang mukanya untuk anaknya yang masih di dalam perut tadi. Nanti kalau anaknya sapi sudah lahir, baru pelunasannya tergantung jantan atau betina anaknya.” Setelah penjual dan pembeli sapi saling bersepakat, timbulah ijab qabul diantara mereka. Yang mana ijab yang dilakukan oleh penjual sapi adalah menawarkan sapinya yang sedang mengandung beserta anak yang di dalam kandungan induknya tersebut kepada pembeli sapi dengan harga induk sapi secara penuh dan uang muka untuk anak sapi yang masih di dalam kandungan induknya lalu menyerahkan sapi yang sedang mengandung miliknya tersebut kepada pembeli sapi sampai adanya sebuah kesepakatan. Qabul adalah ketika pembeli sapi tersebut menyepakati penawaran yang ditawarkan oleh penjual sapi tersebut dan membayar harga penuh untuk induk sapi dan uang muka untuk anak sapi yang masih di dalam kandungan induknya yang telah disepakati bersama. Berdasarkan uraian di atas, shighah yang timbul dalam akad ba‟i jual beli tersebut terdapat dua akad, yaitu akad jual beli induk sapi dan akad jual beli anak sapi yang masih di dalam kandungan. Berdasarkan hal tersebut, ijab qabul jual beli induk sapi dapat tersebut dinyatakan sah apabila akad tersebut obyeknya tunggal yakni induk sapi. Namun, akad jual beli anak sapi yang masih di dalam kandungan induknya tersebut terdapat unsur gharar ketidakjelasan pada shighah dikarenakan pembeli pada dasarnya hanya ingin membeli induknya tanpa memandang induknya mengandung atau tidak, tetapi penjual menjual dua obyek yakni induk dan anak secara terpisah. Gharar ketidakjelasan pada shighah tersebut menyebabkan syarat ijab qabul tidak terpenuhi. Rukun kedua dalam jual beli adalah „aqidain yang terdiri dari penjual dan pembeli. Sedangkan menurut KHES, disebutkan jika pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah proses jual beli ialah penjual, pembeli, dan pihak lain yang ikut terlibat di dalamnya Pasal 57 KHES. Dalam akad jual beli ini, terdapat penjual yang akan menjual hewan ternaknya dan juga terdapat pembeli yang akan membeli hewan ternak tersebut. Para pihak yaitu penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi ini yang memenuhi syarat berakal, telah dewasa dan tanpa paksaan dari orang lain karena memang sama-sama membutuhkan. Penjual membutuhkan uang untuk menghidupi keperluan sehari-hari, dan pembeli membutuhkan hewan ternak ini untuk kebutuhan lainnya. Penjual memiliki kewajiban untuk menyerahkan sapi yang dijualnya kepada pembeli dan pembeli memiliki kewajiban untuk membayarkan harga penuh atas induk sapi dan uang muka atas anak sapi yang masih dalam kandungan induknya tersebut lalu setelah induk sapi tersebut melahirkan maka melunasi uang muka atas anak sapi tersebut berdasarkan yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, rukun dan syarat mengenai „aqidain para pihak ini telah terpenuhi. Journal of Islamic Civilization. Volume 2, No. 2, Oktober 2020, Hal. 90-97 Nomor P-ISSN 2657-1021, Nomor E-ISSN 2657-1013 Rukun yang terakhir adalah ma‟qud „alaih atau barang dagangan yang dijadikan obyek dalam jual beli ini dan termasuk juga alat pembayaran. KHES dijelaskan jika yang termasuk dalam obyek jual beli terdiri dari benda yang berwujud maupun tidak, yang dapat bergerak atau tidak, dan yang terdaftar maupun tidak Pasal 58 KHES. Akad ini menjadikan hewan ternak yang mana induk dan anak yang masih di dalam kandungannya untuk dijadikan sebagai obyek dalam transaksi jual beli ini sesuai dengan mekanisme dalam transaksi jual beli sapi yang sedang mengandung ini. Pada dasarnya, obyek jual beli ini adalah sapi, tetapi shighah dalam transaksi ini menjadikan obyek jual beli ini menjadi dua bagian, yaitu induk hewan ternak tersebut dan anak hewan ternak tersebut yang masih di dalam kandungan induknya. Obyek pertama yaitu induknya dapat dikatakan telah jelas bentuknya, sedangkan obyek kedua yaitu anak hewan ternak yang masih di dalam kandungan induknya tersebut tidak jelas akan bentuknya atau masih dalam keadaan kabur. Ketidakjelasan dalam Hukum Islam biasa disebut dengan gharar. Adapun dalam KHES juga menjelaskan jika penjual harus menyerahkan barang yang diperdagangkan sesuai dengan harga yang telah kedua pihak sepakati Pasal 63 ayat 1 KHES. Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, gharar adalah sebuah transaksi yang obyeknya masih bersifat belum pasti atau masih belum jelas sehingga ditakutkan nantinya akan menimbulkan sebuah kerugian yang dialami oleh salah satu pihak yang melakukan transaksi tersebut Adiwarman A. Karim dan Oni Sahroni, 201577. Selain itu, sistem pembayaran dari transaksi jual beli ini ialah memberikan harga penuh terlebih dulu atas induk hewan ternaknya, dan membayar uang muka atas anak hewan ternak yang masih di dalam kandungan tersebut. Setelah anak hewan ternak yang masih di dalam kandungan tersebut lahir, akan dilakukan pelunasan atas harga anak hewan tersebut berdasarkan jenis kelamin. Adanya sistem pembayaran dengan menggunakan uang muka terlebih dahulu dan memberikan harga di belakang atas anak yang masih di dalam kandungan, membuat persepsi jual beli induk dan anaknya yang mana dapat diartikan menjual obyek baru dan adanya akad baru atas jual beli anak sapi dalam kandungan tersebut. Selain itu, pembayaran jual beli sapi beserta anak yang di dalam kandungannya ini juga terdapat perbedaan atas harga terkait jenis kelamin dari anak hewan ternak tersebut yang mana jenis kelamin jantan memiliki harga yang sedikit lebih mahal daripada hewan ternak dengan jenis kelamin betina. Padahal prinsip penentuan harga dalam jual beli adalah harga tidak dapat berubah. Berubahnya harga berdasarkan jenis kelamin anak yang dilahirkan, maka timbulah gharar pada harga. Timbulnya unsur gharar ini berakibat transaksi berstatus fasid cacat pada akad sehingga akad berstatus dapat dibatalkan Penentuan harga sendiri erat kaitannya dengan alat pembayaran dan dalam Hukum Islam biasa diartikan sebagai nilai tukar suatu barang. Dengan kata lain, syarat nilai tukar tidak terpenuhi karena adanya gharar pada harga. Menurut Ulama fiqih, nilai tukar suatu barang harus memenuhi beberapa unsur antara lain harga yang disepakati harus jelas, dapat dilakukan pembayaran pada saat melakukan transaksi tersebut dan apabila pembayaran dilakukan di kemudian hari maka harus jelas waktu pembayarannya, dan apabila jual beli tersebut dilakukan dengan cara barter maka barang yang ditukarkan bukan barang yang diharamkan oleh syara‟ Syaifullah, Jurnal Studi Islamika, Desember 2014378. Berdasarkan unsur-unsur dari nilai tukar suatu barang tersebut, sistem pembayaran yang dilakukan tersebut bertentangan dengan unsur pertama yang mana harga yang disepakati harus jelas. Dalam akad tersebut, pemenuhan atas harga Takbir Wahyudi, Indah Purbasari Praktik Jual Beli Hewan yang Sedang Mengandung di Pasar Sapi Nganjuk Menurut Persepektif Hukum Islam Nomor P-ISSN 2657-1021, Nomor E-ISSN 2657-1013 dalam jual beli tersebut masih belum jelas karena masih bergantung dari jenis kelamin anak hewan ternak yang lahir dikemudian harinya. Oleh karena itu, jual beli sapi yang sedang mengandung belum memenuhi rukun dan syarat nilai tukar yakni belum adanya kejelasan mengenai harga yang dikenakan. Dengan demikian, jual beli sapi yang sedang mengandung tersebut belum sepenuhnya memenuhi rukun dan syarat jual beli sebagaimana tertuang dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syaruah yang dijelaskan di atas. Tidak terpenuhinya rukun dan syarat ini terdapat pada shighah dalam akad jual beli anak sapi yang masih di dalam kandungan induknya yang mengandung unsur gharar ketidakjelasan karena yang wujudnya belum ada, ketidakjelasan atas obyek yang diperjual belikan yaitu anak yang masih di dalam kandungan induknya tersebut, dan juga ketidakjelasan dalam harga pelunasan pembayaran karena mengikuti jenis kelamin anak sapi yang baru lahir nantinya. Seperti yang telah dijelaskan diatas, jika transaksi ini menimbulkan persepsi dua akad yaitu akad jual beli induk sapi dan akad jual beli anak sapi yang masih di dalam kandungan yang pelunasannya dilakukan di akhir berdasarkan jenis kelamin. Akibat hukum yang timbul dari akad jual beli anak sapi yang masih di dalam kandungan tersebut adalah bathil atau batal. Jual beli yang batil adalah jual beli yang sudah melenceng dari syariah karena yang dipejualbelikan tersebut ialah barang yang haram Ahmad Sarawat, 201839. Hal ini berdasarkan Hadits yang mengharamkan jual beli anak hewan yang masih di dalam kandungan induknya yaitu Hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar radhiyallahu „anhuma bahwa beliau berkata Yang artinya “Nabi shollallahu „alaihi wa sallam melarang menjual anak dari anak yang berada dalam perut unta” Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim. Hadits tersebut menerangkan bahwa jual beli anak hewan ternak yang sedang di dalam kandungan induknya ini dapat digolongkan menjadi jual beli yang dilarang dalam Hukum Islam karena wujudnya masih belum ada. Obyek transaksi jual beli ini ada dua yaitu anak sapi yang masih di dalam kandungan induknya dan induk sapi yang sedang mengandung. Jika obyek jual beli adalah induk dan anak sebagai satu kesatuan maka tidak dilarang dalam Hukum Islam, tetapi memisahkan induk dan anak menjadikan adanya unsur jual beli anak sapi yang masih di dalam kandungan induknya yang dilarang atau diharamkan dalam Hukum Islam berdasarkan Hadits tersebut di atas. 4. Kesimpulan Akad pada pemenuhan harga jual beli induk hewan ternak yang sedang mengandung di Pasar Sapi Kabupaten Nganjuk tidak dibenarkan berdasarkan syariah atau Hukum Islam. Hal ini dikarenakan terjadinya gharar ketidakjelasan pada shighah dan obyek sekaligus penentuan harganya. Gharar ketidakjelasan pada shighah karena yang diperjualbelikan dalam akad jual beli ini adalah induk sapi dan anak sapi yang masih di dalam kandungan induknya. Akad jual beli induk sapi dapat dinyatakan sah, jika tidak terdapat ketentuan mengenai tambahan harga setelah anak hewan ternak tersebut lahir. Namun, akad ba‟i jual beli tersebut terdapat syarat tambahan harga setelah anak hewan ternak tersebut lahir sehingga timbul gharar ketidakjelasan pada harga. Hal ini berakibat pula timbul gharar ketidakjelasan pada obyek. Apakah obyek yang diakadkan adalah induk hewan ternak yang sedang mengandung atau anak hewan ternak yang dikandung terpisah dari induknya. Gharar Journal of Islamic Civilization. Volume 2, No. 2, Oktober 2020, Hal. 90-97 Nomor P-ISSN 2657-1021, Nomor E-ISSN 2657-1013 pada obyek ini terjadi atas dasar shighah dari penjual sapi yang mensyaratkan tambahan harga tersebut. Meskipun terdapat ketentuan di KHES mengenai sahnya jual beli menurut syariah, namun aturan ini hanya berlaku di lembaga keuangan syariah. Aturan ini tidak menjangkau praktik yang ada dalam masyarakat. Padahal, pemenuhan syarat sah jual beli sebenarnya tidak hanya diperlukan dalam lembaga keuangan syariah namun dalam muamaalah perdagangan secara umum. Oleh karena itu, perundangan di bidang perdata maupun syariah perlu diperluas cakupannya agar bisa mewadahi/mengakomodasi praktik jual beli yang ada dalam masyarakat. Hal ini ditunjukan untuk melindungi para pihak agar tidak terjebak dalam transaksi yang dilarang menurut syariah sekaligun mencegah terjadinya sengketa. Daftar Pustaka Ahmad Wardi Muslich, 2013. Fiqh Muamalat, Jakarta AMZAH. Fajar, Mukti dan Achmad, Yulianto. 2009. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Karim A. Adiwarman dan Sahroni, Oni. 2015. Riba, Gharar, dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah Analisis Fikih dan Ekonomi. Jakarta RajaGrafindo Persada. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2000 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Qomarul Huda, 2011. Fiqh Muamalah, Yogyakarta Teras. Sarawat, Ahmad. 2018. Fiqih Jual-Beli. Kuningan Jakarta Selatan. Rumah Fiqih Publishing Suhendi, Hendi. 2016. Fiqh Muamalah. Jakarta Rajawali Press Suhrawardi K. Lubis dan Farid Wajdi, 2012. Hukum Ekonomi Islam, Jakarta Sinar Grafika. Syaifullah. Etika Jual Beli Dalam Islam. 2014. Hunafa Jurnal Studia Islamika Vol. 11 No. 2 Tim Laskar Pelangi. 2013. Metodologi Fiqih Muamalah. Kota Kediri Lirboyo Press ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta Pustaka PelajarMukti FajarYulianto Dan AchmadFajar, Mukti dan Achmad, Yulianto. 2009. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta Pustaka SuhrawardiLubis Dan Farid WajdiSuhrawardi K. Lubis dan Farid Wajdi, 2012. Hukum Ekonomi Islam, Jakarta Sinar Grafika.
hari baik beli ternak sapi